:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5135492/original/090498400_1739775063-IMG-20250217-WA0012.jpg)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5135492/original/090498400_1739775063-IMG-20250217-WA0012.jpg)
Jakarta - Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat, memasuki babak baru. Pihak kepolisian telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus yang merugikan negara ratusan miliar rupiah ini.
Dua tersangka yang ditetapkan adalah S, mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta, dan RHI, yang juga merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi tanah di Munjul, Jakarta Timur. Penetapan tersangka ini berdasarkan laporan polisi yang telah diajukan sejak tahun 2016.
Menurut Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, berbagai barang bukti telah diamankan, termasuk girik, dokumen persyaratan penerbitan SHM, warkah terkait tanah di Cengkareng, dokumen proses pengadaan tanah, dan dokumen pembayaran tanah. Selain itu, sejumlah uang tunai juga disita dari beberapa mantan pejabat Kecamatan Cengkareng.
Mantan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, juga telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini. Pemeriksaan berlangsung selama kurang lebih 2,5 jam di Bareskrim Mabes Polri. Prasetyo menjelaskan bahwa ia dicecar beberapa pertanyaan terkait pengadaan lahan rusun Cengkareng yang terjadi pada tahun 2015.
Kasus ini bermula ketika adanya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pembelian lahan di Cengkareng dari Toeti Noezlar Soekarno pada tahun 2015. Lahan seluas 4,69 hektare tersebut rencananya akan dibangun rusun oleh Dinas Perumahan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) Provinsi DKI Jakarta.
Total nilai pekerjaan pengadaan tanah ini mencapai Rp 684.510.250.000, dengan rincian Rp 668.510.250.000 pada tahun anggaran 2015 dan Rp 16 miliar pada tahun anggaran 2016. Namun, dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan adanya permasalahan terkait status tanah yang masih sengketa antara Toeti dengan Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPKP) DKI.
Selain itu, sertifikat hak milik lahan tersebut juga diduga hasil rekayasa, sehingga tidak dapat dikuasai atau dimanfaatkan sepenuhnya. Hal ini mengakibatkan kerugian keuangan negara yang signifikan. Kasus ini masih terus didalami oleh pihak kepolisian untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat.
Type above and press Enter to search.
Type above and press Enter to search.