Dulu di daerah Ketintang, Surabaya, ada cerita menarik tentang sebuah pabrik. Bukan sembarang pabrik, dulunya ini adalah pabrik gula yang berdiri sekitar tahun 1840-an. Bayangkan, sudah lama sekali ya!
Menurut cerita dari warga sekitar dan juga para ahli sejarah, pabrik gula ini cukup terkenal di masanya. Tapi, seiring berjalannya waktu, ada perubahan fungsi. Sekitar awal tahun 1900-an, pabrik gula ini beralih menjadi pabrik penggilingan beras. Jadi, yang dulunya memproduksi gula, kemudian beralih memproses padi menjadi beras.
Ketua RT setempat, Bapak Nicolas Teguh, bahkan masih ingat betul bagaimana bekas pabrik gula ini masih digunakan untuk menggiling padi di tahun 1980-an. Wah, berarti cukup lama juga ya pabrik ini beroperasi sebagai penggilingan beras.
Perubahan fungsi pabrik ini tentu menimbulkan pertanyaan. Kenapa ya pabrik gula yang sudah berdiri puluhan tahun bisa berubah menjadi pabrik beras? Ada beberapa kemungkinan yang bisa jadi penyebabnya.
Salah satunya adalah perubahan kondisi ekonomi dan kebutuhan masyarakat. Mungkin saja, pada saat itu, permintaan gula menurun sementara permintaan beras meningkat. Atau bisa juga karena faktor lain seperti perubahan kebijakan pemerintah atau persaingan bisnis yang semakin ketat.
Selain itu, peralihan fungsi ini juga bisa jadi karena pemilik pabrik melihat peluang yang lebih besar di bisnis penggilingan beras. Mereka mungkin melihat bahwa bisnis ini lebih menguntungkan atau lebih sesuai dengan kondisi pasar saat itu.
Apapun alasannya, perubahan fungsi pabrik ini menjadi bukti bahwa bisnis itu dinamis dan harus selalu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Seorang pemerhati pabrik gula tempo dulu, Bapak Agung Widyanjaya, juga membenarkan keberadaan pabrik gula di Ketintang pada masa lalu. Beliau bahkan menyebutkan bahwa bangunan bercat putih yang dikenal sebagai pabrik beras itu dulunya adalah kantor administrasi pabrik gula Ketintang.
Bangunan ini masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik, dengan gaya arsitektur kolonial yang khas. Masyarakat Surabaya lebih mengenalnya sebagai pabrik beras, padahal sejarahnya jauh lebih panjang dari itu.
Pada tahun 1925, lahan di Ketintang, Gadungan, dan Karah dijual melalui perusahaan Soesman & Co. Kompleks pabrik ini cukup luas, dengan gerbang yang besar. Sekarang, bekas kantor administrasi pabrik dihuni oleh beberapa kepala keluarga.
Meskipun pabrik gula dan pabrik berasnya sudah tidak beroperasi lagi, jejak-jejak keberadaannya masih bisa ditemukan di sekitar Ketintang. Beberapa rumah bekas rumah dinas karyawan pabrik masih bisa dijumpai di sekitar Ketintang Barat.
Kawasan bekas pabrik ini sekarang sudah menjadi permukiman bagi masyarakat Papua. Mereka tinggal di sekitar bekas kantor administrasi pabrik, yang sekarang sudah dikavling menjadi kamar-kamar.
Dulu, ketika masih kuliah, Bapak Wijoyo, seorang pegiat sejarah Surabaya, sempat melihat bangunan yang dulunya digunakan untuk penggilingan beras di wilayah Ketintang Madya. Beliau ingat betul bahwa warga sekitar menyebutnya sebagai pabrik beras.
Sayangnya, bangunan tersebut sudah dibongkar sekitar pertengahan tahun 2000-an dan sekarang menjadi perumahan. Lokasinya persis di depan Kelurahan Ketintang.
Meskipun banyak yang sudah berubah, cerita tentang pabrik gula dan pabrik beras di Ketintang tetap menjadi bagian dari sejarah Surabaya. Kisah ini mengingatkan kita tentang bagaimana sebuah tempat bisa mengalami perubahan fungsi dan bagaimana sejarah bisa tersembunyi di balik bangunan-bangunan yang kita lihat sehari-hari.
Pertanyaan penting yang muncul adalah bagaimana cara melestarikan sejarah pabrik gula ini di tengah arus modernisasi yang begitu pesat? Tentu tidak mudah, mengingat banyak bangunan bersejarah yang terpaksa dibongkar untuk kepentingan pembangunan.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mendokumentasikan sejarah pabrik gula ini secara lengkap. Mulai dari mengumpulkan foto-foto lama, mewawancarai saksi sejarah, hingga menuliskan kisah-kisah menarik tentang pabrik ini.
Selain itu, bangunan-bangunan yang masih tersisa, seperti bekas kantor administrasi pabrik, sebaiknya dilestarikan dan dirawat dengan baik. Bangunan ini bisa dijadikan museum atau pusat informasi yang menceritakan sejarah pabrik gula Ketintang.
Pemerintah daerah juga bisa berperan aktif dalam melestarikan sejarah ini dengan memberikan dukungan kepada komunitas atau organisasi yang peduli terhadap sejarah lokal. Dukungan ini bisa berupa bantuan dana, pelatihan, atau promosi wisata sejarah.
Dengan upaya bersama, kita bisa memastikan bahwa sejarah pabrik gula Ketintang tidak akan terlupakan dan tetap menjadi bagian dari identitas kota Surabaya.
Pabrik penggilingan beras itu sendiri akhirnya tutup sekitar tahun 1960-1970-an. Sebuah perjalanan panjang dari pabrik gula menjadi pabrik beras, hingga akhirnya menjadi bagian dari sejarah yang menarik untuk diceritakan.
Type above and press Enter to search.
Type above and press Enter to search.