

Dunia pendakian kembali berduka dengan kabar meninggalnya dua pendaki wanita, Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono, saat melakukan pendakian di kawasan Carstensz Pyramid. Kabar duka ini disampaikan oleh PT Tropis Cartenz Jaya, operator yang bertanggung jawab atas ekspedisi tersebut. Perusahaan menyampaikan rasa belasungkawa yang mendalam atas kehilangan ini.
Menurut keterangan yang diperoleh dari pihak kepolisian, kedua pendaki diduga kuat meninggal dunia akibat hipotermia. Kondisi ini sangat berbahaya dan seringkali menjadi ancaman serius bagi para pendaki, terutama di wilayah pegunungan dengan ketinggian ekstrem dan perubahan cuaca yang cepat.
Lilie dan Elsa diketahui merupakan bagian dari rombongan pendaki yang menggunakan jasa Indonesian Expeditions. Mereka dilaporkan berhasil mencapai puncak Carstensz Pyramid yang memiliki ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut beberapa hari sebelumnya. Namun, sayangnya, mereka mengalami musibah saat dalam perjalanan turun menuju Base Camp Lembah Kuning.
Selain hipotermia, dugaan lain yang muncul adalah kemungkinan Acute Mountain Sickness (AMS) atau penyakit ketinggian. AMS dapat menyerang pendaki yang naik terlalu cepat ke ketinggian tanpa aklimatisasi yang memadai. Gejala AMS bervariasi, mulai dari sakit kepala ringan hingga kondisi yang mengancam jiwa.
Kabar baiknya, selain dua pendaki yang meninggal dunia, 13 pendaki lainnya yang tergabung dalam ekspedisi tersebut dilaporkan selamat dan dalam kondisi baik. Salah satu nama yang sempat menjadi perhatian adalah Fiersa Besari, seorang musisi dan penulis terkenal. Pihak berwenang memastikan bahwa Fiersa Besari dalam keadaan sehat dan sudah berada di penginapan.
Tim penyelamat dan pihak terkait terus berupaya untuk mengevakuasi jenazah kedua pendaki dan memberikan bantuan kepada para pendaki yang selamat. Proses evakuasi di wilayah pegunungan seperti Carstensz Pyramid bukanlah tugas yang mudah, mengingat medan yang sulit dan cuaca yang tidak menentu.
Hipotermia adalah kondisi medis yang terjadi ketika tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada yang dapat dihasilkan, menyebabkan suhu tubuh turun drastis. Di lingkungan pegunungan, hipotermia menjadi ancaman serius karena suhu udara yang rendah, angin kencang, dan kelembaban tinggi dapat mempercepat hilangnya panas tubuh.
Gejala hipotermia meliputi menggigil, kelelahan, kebingungan, bicara cadel, dan dalam kasus yang parah, kehilangan kesadaran. Pencegahan hipotermia sangat penting bagi para pendaki. Beberapa langkah pencegahan meliputi mengenakan pakaian yang sesuai (termasuk lapisan tahan air dan angin), mengonsumsi makanan dan minuman yang cukup untuk menghasilkan energi, serta mencari perlindungan dari cuaca buruk.
Tragedi ini menjadi pengingat bagi semua pihak tentang pentingnya persiapan yang matang dan keselamatan dalam setiap kegiatan pendakian. Memilih operator pendakian yang berpengalaman dan memiliki reputasi baik adalah langkah awal yang krusial. Operator yang profesional akan memastikan bahwa semua pendaki dilengkapi dengan peralatan yang memadai, mendapatkan pelatihan yang cukup, dan memahami risiko yang terkait dengan pendakian.
Selain itu, pendaki juga harus jujur pada diri sendiri tentang kemampuan fisik dan pengalaman mereka. Memaksakan diri untuk mendaki di luar batas kemampuan dapat meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Aklimatisasi yang tepat, pemantauan kondisi kesehatan secara berkala, dan pengambilan keputusan yang bijak selama pendakian adalah faktor-faktor penting yang dapat membantu mencegah terjadinya insiden yang tidak diinginkan.
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh komunitas pendaki dan pihak-pihak terkait agar senantiasa mengutamakan keselamatan dan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sebelum melakukan pendakian.
Type above and press Enter to search.
Type above and press Enter to search.